Senin, 30 Desember 2013

tafsir israiliyyat


 BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Al-Qur’an merupakan kalamullah yang diturunkan kepada Rasulullah Saw melalui perantara malaikat Jibril, yang di dalamnya banyak mengandung kisah-kisah yang dijelaskan pula hanya secara terperinci, namun pada kenyataan saat ini banyak hal-hal yang dikisahkan yang melebihi dari apa yang ada dalam al’qur’an yang bersumber dari Israiliyyat.
Hal ini akan menjadi masalah apabila disampaikan secara terus menerus kepada masyarakat umum yang tidak mengetahui tentang Israiliyyat itu bahkan ditakutkan  menjadikan kisah israiliyyat itu sebagai sumber rujukan yang layak, tanpa mengetahui cerita mana yang benar pada Israiliyyat itu.
Maka dari itu pada makalah ini  pemakalah akan mencoba menjelaskan kisah-kisah israiliyyat melalui berbagai macam buku-buku mengenai hal-hal itu.

B.     RUMUSAN MASALAH
            Bertitik tolak dari uraian permasalahan di atas, maka yang menjadi rumusan  masalah yaitu:
1.         Apa yang dimaksud dengan Israiliyyat?
2.         Bagaimana sejarah masuknya Israiliyyat ke dalam Penafsiran?
3.         Bagaimana pendapat para ulama tentang Israiliyyat?
4.         Bagaimana contoh kisah Israiliyyat?







BAB II
PEMBAHASAN
1.    Pengertian Israiliyyat
Kata Israiliyyat, secara etimologis merupakan bentuk jamak dari kata Israiliyyah, yang dinisbahkan dalam bahasa Ibrani kepada kata Israil yang berarti Abdulllah atau Hamba Allah.[1] kata Israiliyat dinisbahkan kepada kedua putra nabi Ibrahim yaitu Ya’qub da Ishaq, yang mempunyai 12 keturunan[2]. Dari 12 anaknya itu, ada satu putranya yang menonjol yang bernama Yahuda yang kemudian dijadikan sebutan bagi keturunan Nabi Ya’qub.[3]
Secara etimologis kata Israiliyyat, kendati pada mulanya hanya menunjukkan riwayat yang bersumber dari kaum Yahudi, namun pada akhirnya, para ulama tafsir dan hadits menggunakan istillah tersebut dalam pengertian yang luas lagi. Oleh karena itu ada ulama yang mendefenisikan Israiliyyat yaitu sesuatu yang menunjukkan pada setiap hal yang berhubungan dengan tafsir maupun hadits berupa cerita atau dongeng-dongeng kuno yang dinisbahkan pada asli riwayatnya dari sumber yahudi, Nasrani atau lainnnya.[4]
Oleh para sahabat, Ahli Kitab dianggap memiliki pemahaman yang baik dan lebih wawasannya terhadap kitab-kitabnya (Taurat dan Injil).[5] Maka tidaklah mengherankan apabila keterangan-keterangan Ahli Kitab oleh sebagian sahabat dijadikan sumber untuk menafsirkan al-Qur’an. Sumber ini dikenal dengan sumber israiliyyat.[6]
Merujuknya para sahabat kepada Ahli Kitab dilakukan kepada mereka yang telah masuk islam, seperti Abdullah ibn Salam, Ka’ab al-Ahbar, dan lain sebagainya, demi kesempurnaan kisah Nabi-nabi dan bangsa-bangsanya sebelum nabi Muhammad Saw.
2.    Sejarah Masuknya Israiliyyat ke Dalam Penafsiran   
Sebelum Islam datang, ada satu golongan yang disebut dengan kaum Yahudi, yaitu sekelompok kaum yang dikenal mempunyai peradaban yang tinggi dibanding dengan bangsa arab pada waktu itu. Mereka telah membawa pengetahuan keagamaan dari kitab suci mererka.[7]
Pada waktu itu mereka hidup dalam keadaan tertindas. banyak di antara mereka yang lari dan pindah ke Jazirah Arab sekitar 70 M. Pada masa inilah diperkirakan terjadinya perkembangan besar-besaran kisah-kisah Israiliyyat, kemudian mengalami kemajuan pada taraf tertentu.Disadari atau tidak, terajdi proses pencampuran antara tradisi bangsa Arab dengan Khazanah tradisi Yahudi tersebut.[8]
Dengan kata lain adanya kisah Israiliyyat merupakan kensekuensi logis dari proses akulturasi budaya dan ilmu pengetahuan antara bangsa arab jahiliyyah dan kaum Yahudi serta Nasrani.[9]
Pendapat lain menyatakan bahwa timbulnya Isriliyyat adalah:[10]
a.         Karena semakin banyaknya orang-orang Yahudi masuk Islam, sebelumnya mereka adalah kaum yang beradaban tinggi, tatkala masuk Islam mereka tidak melepaskan seluruh ajaran-ajaran yang mereka anut terlebih dahulu sehingga dalam pemahmannya sering kali tercampur antara ajaran yang mereka anut terdahulu dengan ajaran Islam.
b.         Adanya keinginan dari kaum Muslim pada waktu itu untuk mengetahui sepenuhnya tentang seluk-beluk bangsa Yahudi yang peradaban tinggi di muka, al-Qur’an hanya hanya mengungkap secara terperinci saja,dengan ini maka muncullah kelempok mufassir dengan memasukkan kisah-kisah yang besumber dari orang-orang Yahudi dan Nasrani tersebut, akibatnya tafsir itu penuh dengan kesimpangsiuran, bahkan terkadang mendekati khurafat dan takhayul.
c.         Adanya ulama Yahudi yang masuk Islam yang dipandang mempunyai andil yang besar terhadap tersebarnya kisah Isriliyyat pada kalangan muslim.
Hal di atas dipandang sebagai indikasi bahwa kisah Israiliyyat masuk ke dalam Islam sejakmasa sahabat dan membawa pengaruh besar terhadap kegiaan penafsiran al-Qur’an pada masa-masa sesudahnya.
Kitab-kitab samawi memiliki kecocokankisah-kisah yang disebutkan didalamnya, bedanya terletak pada ringkas dan rincinya. Namun sahabat menjaga diri mengenai hal itu , mereka tidak menanyakan kepada Ahli Kitab kecuali mengenai penjelasanyang mubhan dan mujmal, yang belum dikemukakan oleh Rasul Saw. Mereka juga tidak menyibukkan diri bertanya mengenai hal-ha remeh yang lebih mirip dengan bermain-main, misalnya pertanyaanwarna anjing Ahlul Kahfi, jenis semut yang diajak bicara oleh Nabi Sulaiman, bocah yang dibunuh oleh Khidir dan lain-lain.[11]
Namun Tabi’an telah bersikap longgar dan berlebihan dalam mengambil dari ahli kitab, sehingga Isriliyyat menjadi banyak sekali dalam tafsir. apalagi sudah banyak ahli kitab yang masuk Islam, ditambah kecenderungan kaum muslmin mendalami kisah-kisah dan mengetahui rinciannya berkenaan apa yang ada di dalam al-Qur’an tentang kaum Yahudi dan Nasrani serta hal ihwal penciptaan alam. Sebagian ulama tabi’in meriwayatkan dari ulama Ahli Kitab yang telah masuk Islam banyak riwayat yang kemudian memenuhi kitab-kitab tafsir.[12]
Di antaranya Muqatil ibn Sulaiman (w. 150 H), abu Hatim berkata mengenai dirinya bahwa beliau mengambil ilmu-ilmunya tentang al-Qur’an dari kaum Yahudi dan Nasrani dan menjadikan sejalan dengan apa yang ada di dalam kitab-kitab mereka.[13]
Kemudian setelah masa tabi’in muncul kesembronoan dalam mengambil dari Ahli Kitab. Banyak Israiliyyat yang bertentangan dengan akal sehat dan berlawanan dengan riwayat shahih yang diambil dari mereka, yang kemudian memenuhi kitab-kitab tafsir pada masa kodifikasi dan merancukan dan melemahkan kepercayaankepada kitab-kitab tafsir itu serta menciptakanlubang yang menganga bagi datangnya kritik dari para musuh Islam. [14]
3.    Pendapat Para Ulama Tentang Israiliyyat
                Menurut al-Syirbasi bahwa sebagian ahli tafsir suka berlama-lama menyebutkan kisah-kisah kenabian dan bangsa yang telah bersilam bersumber kepada Ahli Kitab, padahala pada saat yang sama al-Qur’an hanya menyebutkan kisah itu secara ringkas dan global saja, karena al-Qur’an menginginkan sebuah ibarat, pelajaran dan perhatian kepada sunnatullah yang berkenaan dengan kehidupan sosial manusia, dan ingin menggambarkan pengaruh serta akibat perbuatan baik dan buruk dengan menampilkan kisah tersebut.[15]
            Menurut Muhammad husein az-Zahabi sebagaiman dikutip oleh cendikiawan hukum islam indonesia bahwa Israiliyyat tidak hanya terbatas pada Yahudi dan kebudayaan mereka tetapi juga termasuk Nasrani dan kebudayaannya yang semuanya berpengaruh dalam menafsirkan al-Qur’an, lanjutnya pemakaian kata Israiliyyat bukan hanya terkait dengan warna kebudayaan Yahudi dan kebudayaan Nasrani, pemakaian kata Israiliyyat hanya sekedar menunjukkan bahwa pada masa awalnya, Islam lebih banyak berhadapan dengan Yahudi dibanding Nasrani.[16]
            Israiliyyat masuk ke dalam tafsir al-Qur’an sejak zaman sahabat, dalam memahami ayat-ayat al-qur’an para sahabat pertama kali berpegang pada penjelasan Rasulullah Saw. Setelah Beliau meninggal jika tidak ada penjelasan dari Rasulullah terhadap ayat al-Qur’an yang ingin dipahami, para sahabat berusaha memahami ayat tersebut denganpengetahuan bahasa Arab yang dimiliki mereka. Dalam hal yang menyangkut peristiwa masa lalu, seperti kisah umat masa lalu yang tidak mereka temukan dalam penjelasan sabda nabi maka mereka berusaha menanyakan kepada para sahabat yang lain yang dulunya beragama Yahudi atau Nasrani. Mereka yang disebut terakhir ini berusaha memberikan penjelaan atau penafsiran dari ayat , yang tidak terlepas sama sekali dari pengaruh agama atau kebudayaan mereka dahulu, bahkan ada pula di antara merekayang sengaja memasukkan unsur-unsur Yahudi Nasrani ke dalam penafsiran mereka.[17]
            Menurut Ibnu Khaldun (732 H/1332 M – 808 H/1406 M), menganalisa masuknya Israiliyyat dalam penafsiran al-qur’an diawali oleh keadaan orang Arab yang waktu itu mempunyai pola al-Badawah (Nomad) dan ummiyyah (buta huruf). Mereka tidak banyak tahu tentang sebab-sebab penciptaan alam, kapan dimulai, dan apa rahasia-rahasia yang terkandung dalam penciptaan alam. Oleh karena itu mereka bertanya kepada Ahli Kitab. akan tetapi para Ahli Kitab yang ada pada masa itu sama saja ke badahawannya oleh orang kebanyakan Ahli Kitab sendiri. Tatkala orang-orang Ahli Kitab tersebut memeluk agama Islam, nereka tetap berpegang pada penafsiran mereka sebelum masuk Islam. Dengan demikian tafsir-tafsir al-Qur’an dikalangan umat Islam dimasuki cerita-cerita Israiliyyat. Orang-orang Yahudi dan Nasrani bertahan dengan pengetahuan mereka dalam menafsirkan al-Qur’an tentang sebab-sebab penciptaan alam, kapan diciptakan, dan rahasia-rahasia yang terkandung dalam penciptaan alam. Seperti Munabbih (34-110) dan Abdullah bin Salam (w.43 H), keduanya sebelum masuk Islam adalah Ahli Kitab.[18]        
            Menurut Sayyid Ahmad Khalil bahwa Israiliyyat merupakan riwayat-riwayat yang berasal dari Ahli Kitab, baik yang berhubungan dengan agama mereka ataupun yang tidak ada hubungannya sama sekali dengannya. Penisbatan riwayat israiliyyat kepada orang-orang Yahudi karena pada umumnya para perawinya berasal dari kalangan mereka yang sudah masuk Islam.[19] 
4.    Contoh-Contoh Kisah Israiliyyat
                Bila mengambil salah satu kisah yang sama diceritakan dalam al-Qur’an dan Taurat atau dalam al-Qur’an dan Injil, kemudian perbandingkan, maka dapat melihat dengan jelas adanya perbedaan dalam pola-pola kisahnya masing-masing. Sebagai contoh:[20]
$uZù=è%ur ãPyŠ$t«¯»tƒ ô`ä3ó$# |MRr& y7ã_÷ryur sp¨Ypgø:$# Ÿxä.ur $yg÷ZÏB #´xîu ß]øym $yJçFø¤Ï© Ÿwur $t/tø)s? ÍnÉ»yd notyf¤±9$# $tRqä3tFsù z`ÏB tûüÏHÍ>»©à9$# ÇÌÎÈ   $yJßg©9yr'sù ß`»sÜø¤±9$# $pk÷]tã $yJßgy_t÷zr'sù $£JÏB $tR%x. ÏmŠÏù ( $uZù=è%ur (#qäÜÎ7÷d$# ö/ä3àÒ÷èt/ CÙ÷èt7Ï9 Arßtã ( ö/ä3s9ur Îû ÇÚöF{$# @s)tGó¡ãB ìì»tFtBur 4n<Î) &ûüÏm ÇÌÏÈ   #¤)n=tGsù ãPyŠ#uä `ÏB ¾ÏmÎn/§ ;M»yJÎ=x. z>$tGsù Ïmøn=tã 4 ¼çm¯RÎ) uqèd Ü>#§q­G9$# ãLìÏm§9$# ÇÌÐÈ   $oYù=è% (#qäÜÎ7÷d$# $pk÷]ÏB $YèŠÏHsd ( $¨BÎ*sù Nä3¨YtÏ?ù'tƒ ÓÍh_ÏiB Wèd `yJsù yìÎ7s? y#yèd Ÿxsù ì$öqyz öNÍköŽn=tæ Ÿwur öNèd tbqçRtøts ÇÌÑÈ  

Terjemahannya
Dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini yang menyebabkan kamu Termasuk orang-orang yang zalim.
36. lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari Keadaan semula dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan."
37. kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, Maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
38. Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati".[21]

ãPyŠ$t«¯»tƒur ô`ä3ó$# |MRr& y7ã_÷ryur sp¨Yyfø9$# Ÿxä3sù ô`ÏB ß]øym $yJçFø¤Ï© Ÿwur $t/tø)s? ÍnÉ»yd notyf¤±9$# $tRqä3tFsù z`ÏB tûüÏHÍ>»©à9$# ÇÊÒÈ   }¨uqóuqsù $yJçlm; ß`»sÜø¤±9$# yÏö7ãŠÏ9 $yJçlm; $tB yͼãr $yJåk÷]tã `ÏB $yJÎgÏ?ºuäöqy tA$s%ur $tB $yJä38uhtR $yJä3š/u ô`tã ÍnÉ»yd Íotyf¤±9$# HwÎ) br& $tRqä3s? Èû÷üs3n=tB ÷rr& $tRqä3s? z`ÏB tûïÏ$Î#»sƒø:$# ÇËÉÈ   !$yJßgyJy$s%ur ÎoTÎ) $yJä3s9 z`ÏJs9 šúüÏÛÅÁ»¨Y9$# ÇËÊÈ   $yJßg9©9ysù 9ráäóÎ/ 4 $£Jn=sù $s%#sŒ notyf¤±9$# ôNyt/ $yJçlm; $yJåkèEºuäöqy $s)ÏÿsÛur Èb$xÿÅÁøƒs $yJÍköŽn=tã `ÏB É-uur Ïp¨Ypgø:$# ( $yJßg1yŠ$tRur !$yJåk5u óOs9r& $yJä3pk÷Xr& `tã $yJä3ù=Ï? Íotyf¤±9$# @è%r&ur !$yJä3©9 ¨bÎ) z`»sÜø¤±9$# $yJä3s9 Arßtã ×ûüÎ7B ÇËËÈ   Ÿw$s% $uZ­/u !$oY÷Hs>sß $uZ|¡àÿRr& bÎ)ur óO©9 öÏÿøós? $uZs9 $oYôJymös?ur ¨ûsðqä3uZs9 z`ÏB z`ƒÎŽÅ£»yø9$# ÇËÌÈ   tA$s% (#qäÜÎ7÷d$# ö/ä3àÒ÷èt/ CÙ÷èt7Ï9 Arßtã ( ö/ä3s9ur Îû ÇÚöF{$# @s)tGó¡ãB ìì»tFtBur 4n<Î) &ûüÏm ÇËÍÈ  
Terjemahannya
19. (dan Allah berfirman): "Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan isterimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua Termasuk orang-orang yang zalim."
20. Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk Menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka Yaitu auratnya dan syaitan berkata: "Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi Malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)".
21. dan Dia (syaitan) bersumpah kepada keduanya. "Sesungguhnya saya adalah Termasuk orang yang memberi nasehat kepada kamu berdua",
22. Maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. kemudian Tuhan mereka menyeru mereka: "Bukankah aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan aku katakan kepadamu: "Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?"
23. keduanya berkata: "Ya Tuhan Kami, Kami telah Menganiaya diri Kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni Kami dan memberi rahmat kepada Kami, niscaya pastilah Kami Termasuk orang-orang yang merugi.
24. Allah berfirman: "Turunlah kamu sekalian, sebahagian kamu menjadi musuh bagi sebahagian yang lain. dan kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu yang telah ditentukan".[22]

Kisah Adam dan Iblis yang sama-sama diceritakan dalam Taurat dan al-Qur’an di banyak surat, dan yang terpanjang adalah dalam surat-surat al baqarah dan al-a’raf. Dengan melihat ayat-ayat yang berkaitan dengan kisah ini baik dalam kedua surat tersebut ataupun dalam surat lainnya dapat dilihat bahwa al-Qur’an tidak menyebutkan dimana letak surga yang dimaksud, nama pohon yang tidak boleh dimakan oleh Adam dan istrinya, dan juga tidak menjelaskan bahwa setan menjelma menjadi seekor ular yang kemudian masuk ke dalam surga untuk membujukAdam agar mau memakan buah pohon terlarang itu, dan al-Qur’an juga tidak menyebutkan di mana bapak dan ibu manusia itu turun dan bertempat tinggal setelah diusir dari dalam surga.
Di situ antara lain dijelaskan bahwa surga yang di tempati Adam adalah surga Aden di sebelah timur, pohon terlarang yang di maksud berada di tengah-tengahsurga dan merupakan pohon kehidupan dan pohon kebaikan dan kejahatan, sedangkan yang bercakap-cakap dengan kedua orang suami istri itu adalah seekor ular, juga disebutkan bahwa penjelmaan iblis menjadi ular merupakan hukuman Allah agar ia berjalanmelata di atas perutnya dan memakan debu. Karena mengikuti ajakan iblis Hawa dan dan anak turunnya dijatuhi hukuman yaitu hamil.[23]   

















 
BAB III
PENUTUP

1.        KESIMPULAN

  1. Kata Israiliyyat, secara etimologis merupakan bentuk jamak dari kata Israiliyyah, yang dinisbahkan dalam bahasa Ibrani kepada kata Israil yang berarti Abdulllah atau Hamba Allah. kata Israiliyat dinisbahkan kepada kedua putra nabi Ibrahim yaitu Ya’qub da Ishaq, yang mempunyai 12 keturunan. Dari 12 anaknya itu, ada satu putranya yang menonjol yang bernama Yahuda yang kemudian dijadikan sebutan bagi keturunan Nabi Ya’qub. Secara etimologis kata Israiliyyat, kendati pada mulanya hanya menunjukkan riwayat yang bersumber dari kaum Yahudi, namun pada akhirnya, para ulama tafsir dan hadits menggunakan istillah tersebut dalam pengertian yang luas lagi. Oleh karena itu ada ulama yang mendefenisikan Israiliyyat yaitu sesuatu yang menunjukkan pada setiap hal yang berhubungan dengan tafsir maupun hadits berupa cerita atau dongeng-dongeng kuno yang dinisbahkan pada asli riwayatnya dari sumber yahudi, Nasrani atau lainnnya.
  2. Karena semakin banyaknya orang-orang Yahudi masuk Islam, sebelumnya mereka adalah kaum yang beradaban tinggi, tatkala masuk Islam mereka tidak melepaskan seluruh ajaran-ajaran yang mereka anut terlebih dahulu sehingga dalam pemahmannya sering kali tercampur antara ajaran yang mereka anut terdahulu dengan ajaran Islam. Adanya keinginan dari kaum Muslim pada waktu itu untuk mengetahui sepenuhnya tentang seluk-beluk bangsa Yahudi yang peradaban tinggi di muka, al-Qur’an hanya hanya mengungkap secara terperinci saja,dengan ini maka muncullah kelempok mufassir dengan memasukkan kisah-kisah yang besumber dari orang-orang Yahudi dan Nasrani tersebut, akibatnya tafsir itu penuh dengan kesimpangsiuran, bahkan terkadang mendekati khurafat dan takhayul. Adanya ulama Yahudi yang masuk Islam yang dipandang mempunyai andil yang besar terhadap tersebarnya kisah Isriliyyat pada kalangan muslim.
  3. Menurut al-Syirbasi bahwa sebagian ahli tafsir suka berlama-lama menyebutkan kisah-kisah kenabian dan bangsa yang telah bersilam bersumber kepada Ahli Kitab, padahala pada saat yang sama al-Qur’an hanya menyebutkan kisah itu secara ringkas dan global saja, karena al-Qur’an menginginkan sebuah ibarat, pelajaran dan perhatian kepada sunnatullah yang berkenaan dengan kehidupan sosial manusia, dan ingin menggambarkan pengaruh serta akibat perbuatan baik dan buruk dengan menampilkan kisah tersebut. Menurut Muhammad husein az-Zahabi sebagaiman dikutip oleh cendikiawan hukum islam indonesia bahwa Israiliyyat tidak hanya terbatas pada Yahudi dan kebudayaan mereka tetapi juga termasuk Nasrani dan kebudayaannya yang semuanya berpengaruh dalam menafsirkan al-Qur’an, lanjutnya pemakaian kata Israiliyyat bukan hanya terkait dengan warna kebudayaan Yahudi dan kebudayaan Nasrani, pemakaian kata Israiliyyat hanya sekedar menunjukkan bahwa pada masa awalnya, Islam lebih banyak berhadapan dengan Yahudi dibanding Nasrani.
  4. Kisah Adam dan Iblis yang sama-sama diceritakan dalam Taurat dan al-Qur’an di banyak surat, dan yang terpanjang adalah dalam surat-surat al baqarah dan al-a’raf. Dengan melihat ayat-ayat yang berkaitan dengan kisah ini baik dalam kedua surat tersebut ataupun dalam surat lainnya dapat dilihat bahwa al-Qur’an tidak menyebutkan dimana letak surga yang dimaksud, nama pohon yang tidak boleh dimakan oleh Adam dan istrinya, dan juga tidak menjelaskan bahwa setan menjelma menjadi seekor ular yang kemudian masuk ke dalam surga untuk membujukAdam agar mau memakan buah pohon terlarang itu, dan al-Qur’an juga tidak menyebutkan di mana bapak dan ibu manusia itu turun dan bertempat tinggal setelah diusir dari dalam surga.
Di situ antara lain dijelaskan bahwa surga yang di tempati Adam adalah surga Aden di sebelah timur, pohon terlarang yang di maksud berada di tengah-tengah surga dan merupakan pohon kehidupan dan pohon kebaikan dan kejahatan, sedangkan yang bercakap-cakap dengan kedua orang suami istri itu adalah seekor ular, juga disebutkan bahwa penjelmaan iblis menjadi ular merupakan hukuman Allah agar ia berjalanmelata di atas perutnya dan memakan debu. Karena mengikuti ajakan iblis Hawa dan dan anak turunnya dijatuhi hukuman yaitu hamil.

2.        SARAN

Demikianlah apa yang dapat penulis tuangkan dalam tulisan ini, kritik Dan saran yang sifatnya membangun tetap penulis nantikan, utamanya dari bapak Pembina mata kuliah Tafsir Israiliyyat, untuk perbaikan di waktu mendatang. Semoga tulisan ini membawa manfaat. Kesempurnaanya hanya milik Allah Swt.
























DAFTAR PUSTAKA

Abidu Yunus Hasan, Tafsir al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufassir, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Kementrian Agama RI, 2004.
Al-Dzahabi Husain, al-Israiliyyat fi Tafsir wa al-Hadits, Damsyiq: Lajnah al-Nasyr fi Dar al-Iman, 1985.
Goldziher Ignaz, Madzahib at-Tafsir al-Islami, Kairo: as-Sunnah al-Muhammadiyyah, 1995.
Hakim Masykur dan Ubaidillah, Berdialog dengan al-Qur’an Memehami Kitab Suci dalam Kehidupan Masa kini, Bandung: Mizan, 1996.

Ichwan Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, Semarang: Rasail Media Group.2008.

Al-Khalaf, Muhammad Husein, al-Yahudiyyah bayna al-Masihiyyah wa al-Islam, Mesir: al-Muassasah al-Mishriyyah, 1962.

Khalifah Ibrahim Abdurrrahman Muhammad, Dirasat fi Manahij al-Mufassirin, Kairo: Maktabah al-Azhariyah, 1979.

Khalil Sayyid Ahmad, Dirasat Fi al-Qur’an, Mesir: Dar al-Ma’rufah, 1961.

Al-Khuli  Amin, Manhajut Tajaad fit Tafsir, Kairo: Darul Ma’arif, 1961.

Al-Qaththan Manna Khalil, Terjemahan Mabahits fi Ulumul Qur’an, Jakarta: Lintera Antar Nusa, 1996.

Ritonga A. Rahman. et.al, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2006.

Salim Abd Muin, Beberapa Aspek Metodelogi Tafsir al-Qur’an .Ujung pandang :LSKI, 1990.
Shihab Quraish, Membumikan al-Qur’an , Bandung: Mizan, 1995.

Al-Syibarsyi Ahmad, Qishash al-tafsir, Beirut: Dar al-Jalil, 1978.

Wajdi  Muhammad Farij, Dairah ma’arif al-Qur’an al-Rabi’ Asyar al-Isyrin t.t: Dar al-Ma’rifah.








[1]Muhammad Husein al-Khalaf, al-Yahudiyyah bayna al-Masihiyyah wa al-Islam, (Mesir: al-Muassasah al-Mishriyyah, 1962), h. 14.
[2]Muhammad Farij Wajdi, Dairah ma’arif al-Qur’an al-Rabi’ Asyar al-Isyrin (t.t: Dar al-Ma’rifah, t.th), h. 280.
[3]Ibrahim  Abdurrrahman Muhammad Khalifah, Dirasat fi Manahij al-Mufassirin (Kairo: Maktabah al-Azhariyah, 1979), h. 318-319.  
[4]Husain Al-Dzahabi, al-Israiliyyat fi Tafsir wa al-Hadits (Damsyiq: Lajnah al-Nasyr fi Dar al-Iman, 1985), h. 19.
[5]Masykur Hakim dan Ubaidillah, Berdialog dengan al-Qur’an Memehami Kitab Suci dalam Kehidupan Masa kini, (Bandung: Mizan, 1996), h. 245.
[6]Abd Muin Salim, Beberapa Aspek Metodelogi Tafsir al-Qur’an (Ujung pandang :LSKI, 1990), h. 73.
[7]Manna Khalil al-Qaththan, Terjemahan Mabahits fi Ulumul Qur’an, (Jakarta: Lintera Antar Nusa, 1996), h. 42.
[8]Amin al-Khuli, Manhajut Tajaad fit Tafsir, (Kairo: Darul Ma’arif, 1961), h. 227.
[9]Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an , (Bandung: Mizan, 1995), h. 46.
[10]Ignaz Goldziher, Madzahib at-Tafsir al-Islami, (Kairo: as-Sunnah al-Muhammadiyyah, 1995), h. 113.
[11]Yunus Hasan Abidu, Tafsir al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufassir (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 61.
[12]ibid, h. 62-63.
[13]ibid
[14]ibid
[15]Ahmad al-Syibarsyi, Qishash al-tafsir, (Beirut: Dar al-Jalil, 1978), h. 40.
[16]A. Rahman Ritonga. et.al, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2006), h. 755.
[17]ibid
[18]ibid
[19]Sayyid Ahmad Khalil, Dirasat Fi al-Qur’an (Mesir: Dar al-Ma’rufah, 1961), h. 113.
[20]Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an (Semarang: Rasail Media Group.2008), h. 230.
[21]Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Kementrian Agama RI, 2004), h. 7-8.
[22]ibid, h. 205.
[23]Mohammad Nor Ichwan, Op. it, h. 230-231.

1 komentar: