Senin, 30 Desember 2013

macam-macam dan ahli qira'at


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Qira’at adalah salah satu mazhab atau aliran pengucapan Qur’an yang dipilih oleh salah seorang imam qurra sebagai suatu mazhab yang berbeda dengan mazhab lainnya. Qira’at ini ditetapkan berdasarkan sanad-sanadnya sampai kepada Rasulullah. periode qurra yang mengajarkan bacaan Qur’an kepada orang –orang menurut cara mereka masing-masing adalah dengan berpedoman kepada pada masa para sahabat. Diantara para sahabat yang terkenal mengajarkan qira’at ialah Ubai, Ali, Zaid bin sabit, Ibn Mas’ud, Abu Musa al-Asy’ari dan lain-lain. Dari mereka itulah sebagian besar sahabat dan tabi’in di berbagai nageri belajar qira’at. Mereka itu semuanya bersandar kepada Rasulullah.[1]
Dengan  adanya macam-macam qira’at dapat mengajarkan kepada kita bahwa islam memberikan kita kemudahan untuk membaca Qur’an, dan memberikan pemahaman kepada kita bahwa Qur’an itu ada untuk seluruh masyarakat yang memiliki kultur yang berbeda.
Maka dari itu pemakalah akan mencoba menjelaskan tentang macam-macam qira’at dan para tokohnya melalui berbagai macam buku atau kitab mengenai qira;at dan tokohnya.
B.     RUMUSAN MASALAH
            Bertitik tolak dari uraian permasalahan di atas, maka yang menjadi rumusan  masalah yaitu:
1.      Apa Sajakah Macam-Macam Qira’at?
2.      Siapakah Tokoh-Tokoh Qira’at?





BAB II
PEMBAHASAN
1.      Macam-Macam Qira’at
Sebagian ulama menyimpulkan macam-macam Qira’at menjadi enam yaitu:
a.    Mutawatir yaitu qira’at yang dinukil oleh sejumlah besar periwayat yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, dari sejumlah orang seperti itu dan sanadnya bersambung hingga penghabisannya, yakni Rasulullah, dan inilah yang umum dalam hal qira’at.[2]
b.    Masyhur yaitu qira’at yang shahih sanadnya tapi tidak mencapai derajat mutawatir, sesuai dengan kaidah bahasa arab dan rasm Usmani serta terkenal pula dikalangan para ahli qara’at sehingga karenanya tidak dikategorikan qira’at yang salah atau syaz. Para ulama menyebutkan bahwa qira’at macam ini termasuk qira’at yang dapat dipakai atau digunakan.
c.    Ahad yaitu qira’at yang shahih sanadnya tetapi menyalahi rasm Usmani, menyalahi kaidah bahasa arab atau tidak terkenal seperti halnya qira’at masyhur yang telah disebutkan. Qira’at macam ini tidak termasuk qira’at yang dapat diamalkan bacaannya.
Diantara contohnya ialah seperti yang diriwayatkan dari Abu Bakrah bahwa Nabi membaca ar-Rahman ayat 76
tûüÏ«Å3­GãB 4n?tã رفارف 9ŽôØäz Ad̍s)ö7tãur 5b$|¡Ïm ÇÐÏÈ                                                                                           
dan yang diriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa ia membaca at-Taubah ayat 128[3]
ôs)s9 öNà2uä!%y` Ñ^qßu ô`ÏiB öNà6Å¡àÿRr& îƒÍtã Ïmøn=tã $tB óOšGÏYtã ëȃ̍ym Nà6øn=tæ šúüÏZÏB÷sßJø9$$Î/ Ô$râäu ÒOŠÏm§ ÇÊËÑÈ  

رءوفdengan membaca fathah huruf fa pada kata
d.      Syaz yaitu qira’at yang tidak shahih sanadnya seperti qira’at  ملك يوم الدين pada surah Alfatihah ayat 4 dengan bentuk fiil madi dan menashabkan kataيوم .[4]
e.       Maudu yaitu qira’at yang tidak ada jelasnya. seperti qira’at Al-Khazzani.[5]yang dikatakna olehnya berasal dari Abu Hanifah, bacaannya mengenai ayatانما يخش الله من عباده العلماء .[6]
f.       Mudraj yaitu yang ditambahkan kedalam qira’at sebagai penafsiran seperti qira’at Ibn abbas
}§øŠs9 öNà6øn=tã îy$oYã_ br& (#qäótGö;s? WxôÒsù `ÏiB öNà6În/§ 4فىمواسم الحج !#sŒÎ*sù OçFôÒsùr& ïÆÏiB ;M»sùttã
 adalah penafsiran yang disisipkan kedalam ayat.فىمواسم الحجkalimat

keempat macam terakhir ini tidak boleh diamalkan bacaannya. Jumhur berpendapat bahwa qira’at yang ketujuh itu muyawatir.
Tolak ukur yang dijadikan para ulama dalam menetapkan qira’at shahih adalah sebagai berikut:[7]
a)         Bersesuaian dengan kaidah bahasa arab baik yang fasih atau paling fasih
b)        Bersesuaian dengan salah satu kaidah penulisan mushaf Utsmani walaupun hanya kemungkinan.
c)         memiliki sanad yang shahih.



2.      Para Tokoh Qira’at
Imam-imam Qira’at yang mahsyur yang menyampaikan qara’at kepada kita sesuai dengan yang mereka terima dari sahabat Rasulullah Saw, mereka memiliki keutamaan ilmu dan pengajaran tentang kitabullah al-Qur’an.
adapun imam-imam qira’at sebagai berikut.
1.      Ibn Amir
Nama lengkapnya adalah Abdullah ibn Amir ibn Yazid ibn Tamim ibn Rabi’ah ibn Amir al-Yahshabi, diberi gelar Abu Imran al-yahshabi, dilahirkan pada tahun 629 M.[8] Seorang qodhi di Damaskus pada masa pemerintahan Walid ibnu Abdul Malik. Panggilannya adalah Abu Imron. Dia adalah seorang tabi’in belajar qira’at dari al-Mughirah ibnu Abi Syihab al- Mahzumy dari Utsman bin Affan dari Rasulullah Saw.[9]Bahkan riwayat lain menyatakan bahwa Abdullah Al-Yahshibi sempat berjumpa dengan Utsman bin Affan secara langsung.[10]Sistem qiraat ini terkenal di Syams dan beliau wafat pada tahun 118 H.[11]
2.      Ibn Katsir
Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdullah ibnu Katsir ibn Amr ibn Abdullah ibn Zadzan ibn Firuzan ibn Hurmuz al-Makky, nama sebenarnya adalah Abu Sa’id atau menurut sejumlah informasi Abu Bakar, ia dilahirkan di mekkah pada tahun 665 M.[12] Dia adalah imam dalam hal qira’at di Mekkah. ia adalah seorang tabi’in yang pernah hidup bersama sahabat Abdullah ibnu Jubair, Abu Ayyub al-Anshari, dan Anas ibnu Malik[13], Abdullah bin Abbas dan Abu Hurairah. dan ibnu Katsir wafat pada tahun 120 H di Mekkah.[14]
3.      Ashim al-Kutsy
Adapun nama lengkapnya adalah ibn Abi an-Najud al-asadi, ia pernah belajar qira’at pada Dzar bin Hubaisy  dari Abdullah bin Mas’ud.[15]dia juga disebut dengan ibnu Bahdalah. panggilannya adalah Abu Bakar, ia adalah seorang Tabi’in yang wafat pada tahun 127-128 H di Kufah.[16]
kedua perawinya adalah Syu’bah yang wafat pada tahun 193 H, dan Hafsh yang wafat pada tahun 180 H. Hafsh mengakui bahwa bacaan Ashim lebih jeli dan lebih terjaga, serata bacaan Ashim ini bisa tersebar luas berkat Hafsh dan sampai sekarang bacaan ini masih digunakan di kebanyakan negara-negara islam.[17]

4.      Abu Amr
Nama lengkapnya adalah Abu Amar Zabban ibnul Ala ibnu Ammar al-Bashry, seorang guru besar pada rawi, disebut juga sebagai namanya dengan Yahya, sebagian orang mengatakan namanya Abu Amr itu adalah nama panggilan beliau. Dia termasuk yang paling tahu tentang qira’at, jujur dan percaya dalam agamanya. Dia meriwayatkan dari Mujahid ibn Jabr, Said ibn Jubair dari ibn Abbas dari Ubay bin Ka’ab dari Rasulullah Saw. Dia membaca di hadapan sejumlah orang antara lain Abu Ja’far, Zaid ibnu al-Qa’qa dan Hasan al-Bashry. al-Hasan membaca di hadapan Haththan dan Abu al-Aliyah, sedang Abu al-Aliyah membaca di hadapan Umar bin Khattab. Abu Amr wafat pada tahun 154 H di kufah.[18]Dia adalah qari dari Basrah.
kedua perawinya adalah ad-Dury yang wafat pada tahun 246 H, dan as-Susy yang wafat pada tahun 261 H.[19]


5.      Hamzah al-Kufy
Dia adalah Abu Ammarah Hamzah ibn Hubaib al-Zayyat al-Kufiy Maula Ikrimah ibn Rabi’ at-Tamimiy. Dia membaca di hadapan Abu Muhammad Sulaiman ibn Mihran al-A’masy di hadapan Yahya ibnu Watsab, di hadapan Zirr ibn Hubaisy, di hadapan Utsman, Ali dan ibnu Mas’ud, di hadapan Nabi  Saw. Dia seorang yang sangat handal tentang Kitabullah, menguasai dengan baik, mengetahui berbagai kefarduan dan kebahasaan serta hafidz di bidang hadits. Dia wafat di Hulwan pada tahun 156 H.[20]
Yang mahsyur meriwayatkan darinya antara lain adalah  Khalaf bin Kallad tetapi dengan perantara Abu Isa Sulaim Ibn Isa al-Hanafy al Kufy yang wafat pada tahun 188 H.
6.      Imam Nafi’
Dia adalah Abu Ruwaim Nafi’ ibn Abdirrahim ibn Abu Nu’aim al-Madaniy. Dia mengambil qira’at dari Abu Ja’far al-Qariy dan dari sekitar tujuh puluh tabi’i. Mereka mengambil dari Abdullah ibn Abbas dan Abu Hurairah, dari Ubay bin Ka’ab dari Rasulullah Saw. Kepadanya kepemimoinan qira’at mencapai puncaknya di Madinah sl-Munawarah. Beliau wafat pada tahun 169 H.[21]
Yang masyhur meriwayatkan dirinya antara lain Qalun dan Warasy. Qalun adalah Abu Musa Isa ibn Mina Al-Nahwiy wafat pada tahun 220 H. sedangkan Warasiy adalah Usman ibn Sa’id al-Mishry.[22]
7.      Al-Kisa’iy
Dia adalah Abu al-Hasan Ali ibn hamzah al-Kisai’y al-Nahwiy. diberi nama laqab dengan al-Kisay karena sewaktu ihram ia mengenakan baju. Abu Bakar ibn Anbariy mengatakan dalam diri al-Kisay terkumpul beberapa hal. Dia paling mahir dalam bidang nahwu, satu-satunya orang yang paling tahu tentang al-Gharib dan paling pandai dalam masalah qira’at. Oleh karena itu mereka berduyun-duyun mendatanginya. Bahkan ia perlu duduk di atas kursi dan membaca al-Qur’an dari awal sampai akhir dan mereka mendengarkannya serta menandai segala sesuatunya. Beliau wafat pada tahun 189 H.[23]
            Adapun ketiga imam qira’at yang menyempurnakan imam qira’at tujuh menjadi sepuluh qira’at yaitu:
1.    Abu ja’far al-Madani.
          Ia adalah Yazid bin Qa’qa, yang wafat di Madinah pada tahun 128 H, namun ada pula yang mengatakan pada tahun 132 H.dua orang perawinya adalah ibn Wardan dan ibn Jimaz.
          ibn Wardan adalah Abdul Haris Isa bin Wardan al-Madani yang wafat di madinah pada tahun 160. H, sedangkan ibn Jimaz adalah Abur Rabi’ Sulaiman bin Muslim Bin Jimaz al-Madani yang wafat pada tahun 170 H.[24]
2.    Ya’qub al-Basri
          Dia adalah Abu Muhammad Ya’qub bin Ishaq binZaid al-Hadrami, yang wafat di Basrah pada tahun 205 H.tapi ada pula yang mengatakn pada tahun 185 H. Dua orang perawinya adalah Ruwais dan Rauh.
Ruwais adalah Abu Abdullah Muhammad bin Mutawakkil al-Lu’lu’i al- Basri. Ruwais adalah julukannya, yang wafat di Barah pada tahun 238 H. sedang Rauh adalah Abul Hasan Rauh bin Abdul Mu’min al-Basri an-Nahwi yang wafat pada tahun 234 atau 235 H.[25]
3.    Khalaf
Ia adalah Abu Muhammad Khalaf bin Hisyam bin Sa’lab al-Bazar al-Bagdadi yang wafat pada tahun 229 H. tetapi dikatakan pula bahwa pada tahun kewafatannya tidak diketahui.
Dua orang perawinya adalah Ishaq dan Idris
Ishaq adalah Abu Ya’qub Ishaq bin Ibrahim bin Usman al-Warraq al-Marwazi yang wafat pada tahun 286 H. Sedang Idris adalah abul Hasan Idris bin Abdul Karim al-Bagdadi al-Haddad yang wafat pada tahun 292 H.[26]
selain dari qira’at sepuluh yang di atas ada juga qira’at empat belas yang maksudnya adalah empat tambahan qira’at pada qira’at sepuluh, adapunqira’at empat belas yaitu:
1.    Al-Hasan al-Bashri adalah Maula (mantan sahaya), salah satu orang Tabi’in besar yang terkenal kezahidannya yang wafat pada tahun 110 H. merupakan qari dari Bashrah. dua paerawinya adalah Syuja’ Balkhi (120-190 H) dan Duri yang wafat pada tahun 246 H yang tidak sezaman dengannya dan meriwayatkan melalui perantara.[27]
2.    Muhammad bin Abdirrahman yang dikenal dengan nama Ibn Mahishan yang wafat pada tahun 123 H. qari dari Mekkah. dua perawinya adalah Bazzi (170-250 H) dan Ibnu Syanbudz yang wafat pada tahun 328 H, yang meriwayatkan melalui perantara.[28]
3.    Yahya bin al-Mubarak al-Yazidi an-Nahwi al-Baghdadi yang wafat pada tahun 202 H.Dia adalah qari dari Bashrah, ia mengambil qira’at dari Abi Amr dan Hamzah. Dua perawinya adalah Sulaiman bin Hakam yang wafat pada tahun 235 H dan Ahmad bin Faraj Dharir yang wafat pada tahun 303 H yang meriwayatkan melalu perantara.[29]
4.    Abu al-Fajr Muhammad bin Ahmad Asy-Syanbudz yang wafat pada tahun 388 H.[30]
Empat belas bacaan terkenal yang masing-masing lima orang dari Qurra Sab’ah selain Ibnu Amir dan Abu Amr berasal dari Iran, Ibnu Amir adalah orang yang nasabnya tidak jelas sedangkan Abu Amr barasal dari suku Mazn Tamim.[31]
BAB III
PENUTUP

1.        KESIMPULAN

Sebagian ulama menyimpulkan macam-macam Qira’at menjadi enam yaitu:
a.       Mutawatir yaitu qira’at yang dinukil oleh sejumlah besar periwayat yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, dari sejumlah orang seperti itu dan sanadnya bersambung hingga penghabisannya, yakni Rasulullah, dan inilah yang umum dalam hal qira’at.
b.      Masyhur yaitu qira’at yang shahih sanadnya tapi tidak mencapai derajat mutawatir, sesuai dengan kaidah bahasa arab dan rasm Usmani serta terkenal pula dikalangan para ahli qara’at sehingga karenanya tidak dikategorikan qira’at yang salah atau syaz.
c.       Ahad yaitu qira’at yang shahih sanadnya tetapi menyalahi rasm Usmani, menyalahi kaidah bahasa arab atau tidak terkenal seperti halnya qira’at masyhur yang telah disebutkan. Qira’at macam ini tidak termasuk qira’at yang dapat diamalkan bacaannya.
d.      Syaz yaitu qira’at yang tidak shahih sanadnya
e.       Maudu yaitu qira’at yang tidak ada jelasnya.
f.       Mudraj yaitu yang ditambahkan kedalam qira’at sebagai penafsiran

adapun imam-imam  tujuh qira’at sebagai berikut.
1.                                Ibn Amir
Nama lengkapnya adalah Abdullah al-Yahshibi,
2.         Ibn Katsir
Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdullah ibnu Katsir Ad-Dary Al-Makky .
3.                                 Ashim al-Kutsy
Adapun nama lengkapnya adalah ibn Abi an-Najud al-asadi,
4.        Abu Amr
Nama lengkapnya adalah Abu Amar Zabban ibnul Ala ibnu Ammar al-Bashry

5.        Hamzah al-Kufy
Dia adalah Abu Ammarah Hamzah ibn Hubaib al-Zayyat al-Kufiy Maula Ikrimah ibn Rabi’ at-Tamimiy.
6.        Imam Nafi’
Dia adalah Abu Ruwaim Nafi’ ibn Abdirrahim ibn Abu Nu’aim al-Madaniy
7.        Al-Kisa’iy
  Dia adalah Abu al-Hasan Ali ibn hamzah al-Kisai’y al-Nahwiy.
            Adapun ketiga imam qira’at yang menyempurnakan imam qira’at tujuh menjadi sepuluh qira’at yaitu:
1.    Abu ja’far al-Madani.
          Ia adalah Yazid bin Qa’qa,
2.    Ya’qub al-Basri
          Dia adalah Abu Muhammad Ya’qub bin Ishaq binZaid al-Hadrami
3.    Khalaf
Ia adalah Abu Muhammad Khalaf bin Hisyam bin Sa’lab al-Bazar al-Bagdadi

Selain dari Qira’at sepuluh yang di atas ada juga Qira’at empat belas yang maksudnya adalah empat tambahan Qira’at pada Qira’at sepuluh, adapun qira’at empat belas yaitu:
1.    Al-Hasan al-Bashri adalah Maula (mantan sahaya), salah satu orang Tabi’in besar yang terkenal kezahidannya yang wafat pada tahun 110 H.
2.    Muhammad bin Abdirrahman yang dikenal dengan nama Ibn Mahishan yang wafat pada tahun 123 H.
3.    Yahya bin al-Mubarak al-Yazidi an-Nahwi al-Baghdadi yang wafat pada tahun 202 H. ia mengambil qira’at dari Abi Amr dan Hamzah.
4.    Abu al-Fajr Muhammad bin Ahmad Asy-Syanbudz yang wafat pada tahun 388 H.





2.        SARAN

Mudah-mudahan dengan adanya makalah ini bisa menambah wawasan kita tentang macam-macam qira’at dan para tokohnya, namun pemakalah juga menyadari akan adanya kekurangan pada makalah ini maka dari itu pemakalah mengaharapkan kritikan yang sifatnya membangun agar makalah ini lebih sempurna.






































DAFTAR PUSTAKA

Agama RI, Departemen, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2005.

Aly Ash ,Shabuny Mohammad, Terjemahan at-Tibyan fi ulumul Qur’an, Bandung: Alma’rif, 1996.

Amal, Taufik Adnan, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an,Yogyakarta: Forum Kajian Budaya dan Agama, 2001.

Anwar ,Rosihon, Ulum Al-Qur’an, Bandung: Pustaka setia, 2010.

Ma’rifat, M. Hadi, Sejarah al-qur’an, Jakarta:Al-Huda, 2007.

Nor Ichwan, Mohamad, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, Semarang: Rasail Media Group, 2008.

Al-Qattan, Manna, Terjemahan Mabahist fi Ulumul Qur’an, Jakarta: Lintera Antar Nusa, 2012.

As-Shalih ,Subhi, Membahas Ilmu-Ilmu al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001.


.


[1]Manna al-Qattan, Terjemahan Mabahist fi Ulumul Qur’an, (Jakarta: Lintera Antar Nusa, 2012), h. 247.
[2]ibid, h.256.

[3]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2005), h. 278.
[4]Manna al-Qattan, Op. Cit, h.257

[5]Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka setia, 2010),  h. 154

[6]Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), h. 335.

[7]Rosihin Anwar, Op .Cit, h. 155.
[8]Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an,( Yogyakarta: Forum Kajian Budaya dan Agama, 2001), h. 311.

[9]Mohammad Aly Ash Shabuny, Terjemahan at-Tibyan fi ulumul Qur’an, (Bandung: Alma’rif, 1996), h. 321.
  
[10]Rosihin Anwar, Op. Cit, h. 150.

[11]Subhi As-Shalih, Op .Cit, h. 322.

[12]Taufik Adnan Amal, Op. Cit, h.310.

[13] Mohammad Aly Ash Shabuny, Op .Cit, h. 322

[14]Rosihin Anwar, Op .Cit, h. 149.

[15]ibid.

[16]Manna al-Qattan, Op .Cit, h. 260

[17]M. Hadi  Ma’rifat, Sejarah al-qur’an, (Jakarta:Al-Huda, 2007), h. 221.

[18]Mohamad Nor Ichwan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, (Semarang: Rasail Media Group, 2008), h. 223.

[19]Mohammad Aly Ash Shabuny, Op .Cit, h. 322.

[20]Mohamad Nor Ichwan, Op .Cit, h. 223

[21] Mohamad Nor Ichwan, Op .Cit, h. 224

[22]ibid

[23]ibid, h. 225.

[24]Manna al-Qattan, Op .Cit, h. 261.

[25]ibid.

[26]ibid.

[27]M. Hadi Ma’rifat, Op. Cit, h. 222

[28]ibid.

[29]ibid, h. 223

[30]Rosihin Anwar, Op .Cit, h. 151.

[31]M. Hadi Ma’rifat, Op. Cit, h. 223.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar