BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Qira’at adalah salah satu
mazhab atau aliran pengucapan Qur’an yang dipilih oleh salah seorang imam qurra
sebagai suatu mazhab yang berbeda dengan mazhab lainnya. Qira’at ini ditetapkan
berdasarkan sanad-sanadnya sampai kepada Rasulullah. periode qurra yang
mengajarkan bacaan Qur’an kepada orang –orang menurut cara mereka masing-masing
adalah dengan berpedoman kepada pada masa para sahabat. Diantara para sahabat
yang terkenal mengajarkan qira’at ialah Ubai, Ali, Zaid bin sabit, Ibn Mas’ud,
Abu Musa al-Asy’ari dan lain-lain. Dari mereka itulah sebagian besar sahabat
dan tabi’in di berbagai nageri belajar qira’at. Mereka itu semuanya bersandar
kepada Rasulullah.[1]
Dengan adanya macam-macam qira’at dapat mengajarkan
kepada kita bahwa islam memberikan kita kemudahan untuk membaca Qur’an, dan
memberikan pemahaman kepada kita bahwa Qur’an itu ada untuk seluruh masyarakat
yang memiliki kultur yang berbeda.
Maka dari itu pemakalah akan
mencoba menjelaskan tentang macam-macam qira’at dan para tokohnya melalui
berbagai macam buku atau kitab mengenai qira;at dan tokohnya.
B.
RUMUSAN MASALAH
Bertitik tolak dari uraian
permasalahan di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah yaitu:
1.
Apa Sajakah Macam-Macam Qira’at?
2.
Siapakah Tokoh-Tokoh Qira’at?
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Macam-Macam Qira’at
Sebagian ulama menyimpulkan
macam-macam Qira’at menjadi enam yaitu:
a. Mutawatir yaitu
qira’at yang dinukil oleh sejumlah besar periwayat yang tidak mungkin bersepakat
untuk berdusta, dari sejumlah orang seperti itu dan sanadnya bersambung hingga
penghabisannya, yakni Rasulullah, dan inilah yang umum dalam hal qira’at.[2]
b. Masyhur yaitu qira’at
yang shahih sanadnya tapi tidak mencapai derajat mutawatir, sesuai dengan
kaidah bahasa arab dan rasm Usmani serta terkenal pula dikalangan para ahli
qara’at sehingga karenanya tidak dikategorikan qira’at yang salah atau syaz.
Para ulama menyebutkan bahwa qira’at macam ini termasuk qira’at yang dapat
dipakai atau digunakan.
c. Ahad yaitu qira’at
yang shahih sanadnya tetapi menyalahi rasm Usmani, menyalahi kaidah bahasa arab
atau tidak terkenal seperti halnya qira’at masyhur yang telah disebutkan.
Qira’at macam ini tidak termasuk qira’at yang dapat diamalkan bacaannya.
Diantara
contohnya ialah seperti yang diriwayatkan dari Abu Bakrah bahwa Nabi membaca
ar-Rahman ayat 76
tûüÏ«Å3GãB 4’n?tã رفارف 9ŽôØäz Ad“Ìs)ö7tãur
5b$|¡Ïm
ÇÐÏÈ
dan yang diriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa ia membaca at-Taubah ayat 128[3]
ô‰s)s9
öNà2uä!%y` Ñ^qß™u‘
ô`ÏiB
öNà6Å¡àÿRr&
͕tã
Ïmø‹n=tã $tB
óOšGÏYtã ëȃÌym
Nà6ø‹n=tæ
šúüÏZÏB÷sßJø9$$Î/
Ô$râäu‘
ÒOŠÏm§‘
ÇÊËÑÈ
رءوفdengan membaca
fathah huruf fa pada kata
d. Syaz yaitu qira’at
yang tidak shahih sanadnya seperti qira’at ملك يوم الدين pada surah Alfatihah ayat 4 dengan bentuk fiil madi dan
menashabkan kataيوم
.[4]
e. Maudu yaitu qira’at
yang tidak ada jelasnya. seperti qira’at Al-Khazzani.[5]yang
dikatakna olehnya berasal dari Abu Hanifah, bacaannya mengenai ayatانما يخش الله من عباده العلماء .[6]
f. Mudraj yaitu yang
ditambahkan kedalam qira’at sebagai penafsiran seperti qira’at Ibn abbas
}§øŠs9
öNà6ø‹n=tã îy$oYã_
br&
(#qäótGö;s?
WxôÒsù `ÏiB öNà6În/§‘
4فىمواسم الحج !#sŒÎ*sù OçFôÒsùr&
ïÆÏiB
;M»sùttã
adalah penafsiran yang disisipkan kedalam ayat.فىمواسم الحجkalimat
keempat macam terakhir ini
tidak boleh diamalkan bacaannya. Jumhur berpendapat bahwa qira’at yang ketujuh
itu muyawatir.
Tolak ukur yang dijadikan para
ulama dalam menetapkan qira’at shahih adalah sebagai berikut:[7]
a)
Bersesuaian dengan kaidah bahasa arab baik yang
fasih atau paling fasih
b)
Bersesuaian dengan salah satu kaidah penulisan
mushaf Utsmani walaupun hanya kemungkinan.
c)
memiliki sanad yang shahih.
2.
Para Tokoh Qira’at
Imam-imam Qira’at yang mahsyur
yang menyampaikan qara’at kepada kita sesuai dengan yang mereka terima dari
sahabat Rasulullah Saw, mereka memiliki keutamaan ilmu dan pengajaran tentang
kitabullah al-Qur’an.
adapun imam-imam qira’at sebagai
berikut.
1. Ibn Amir
Nama lengkapnya adalah
Abdullah ibn Amir ibn Yazid ibn Tamim ibn Rabi’ah ibn Amir al-Yahshabi, diberi
gelar Abu Imran al-yahshabi, dilahirkan pada tahun 629 M.[8]
Seorang qodhi di Damaskus pada masa pemerintahan Walid ibnu Abdul Malik.
Panggilannya adalah Abu Imron. Dia adalah seorang tabi’in belajar qira’at dari
al-Mughirah ibnu Abi Syihab al- Mahzumy dari Utsman bin Affan dari Rasulullah
Saw.[9]Bahkan
riwayat lain menyatakan bahwa Abdullah Al-Yahshibi sempat berjumpa dengan
Utsman bin Affan secara langsung.[10]Sistem
qiraat ini terkenal di Syams dan beliau wafat pada tahun 118 H.[11]
2. Ibn Katsir
Nama lengkapnya adalah Abu
Muhammad Abdullah ibnu Katsir ibn Amr ibn Abdullah ibn Zadzan ibn Firuzan ibn
Hurmuz al-Makky, nama sebenarnya adalah Abu Sa’id atau menurut sejumlah
informasi Abu Bakar, ia dilahirkan di mekkah pada tahun 665 M.[12]
Dia adalah imam dalam hal qira’at di Mekkah. ia adalah seorang tabi’in yang
pernah hidup bersama sahabat Abdullah ibnu Jubair, Abu Ayyub al-Anshari, dan
Anas ibnu Malik[13],
Abdullah bin Abbas dan Abu Hurairah. dan ibnu Katsir wafat pada tahun 120 H di
Mekkah.[14]
3. Ashim al-Kutsy
Adapun nama lengkapnya adalah
ibn Abi an-Najud al-asadi, ia pernah belajar qira’at pada Dzar bin Hubaisy dari Abdullah bin Mas’ud.[15]dia
juga disebut dengan ibnu Bahdalah. panggilannya adalah Abu Bakar, ia adalah
seorang Tabi’in yang wafat pada tahun 127-128 H di Kufah.[16]
kedua perawinya adalah Syu’bah
yang wafat pada tahun 193 H, dan Hafsh yang wafat pada tahun 180 H. Hafsh
mengakui bahwa bacaan Ashim lebih jeli dan lebih terjaga, serata bacaan Ashim
ini bisa tersebar luas berkat Hafsh dan sampai sekarang bacaan ini masih
digunakan di kebanyakan negara-negara islam.[17]
4. Abu Amr
Nama lengkapnya adalah Abu
Amar Zabban ibnul Ala ibnu Ammar al-Bashry, seorang guru besar pada rawi,
disebut juga sebagai namanya dengan Yahya, sebagian orang mengatakan namanya
Abu Amr itu adalah nama panggilan beliau. Dia termasuk yang paling tahu tentang
qira’at, jujur dan percaya dalam agamanya. Dia meriwayatkan dari Mujahid ibn
Jabr, Said ibn Jubair dari ibn Abbas dari Ubay bin Ka’ab dari Rasulullah Saw.
Dia membaca di hadapan sejumlah orang antara lain Abu Ja’far, Zaid ibnu
al-Qa’qa dan Hasan al-Bashry. al-Hasan membaca di hadapan Haththan dan Abu
al-Aliyah, sedang Abu al-Aliyah membaca di hadapan Umar bin Khattab. Abu Amr wafat
pada tahun 154 H di kufah.[18]Dia
adalah qari dari Basrah.
kedua perawinya adalah ad-Dury
yang wafat pada tahun 246 H, dan as-Susy yang wafat pada tahun 261 H.[19]
5. Hamzah al-Kufy
Dia adalah Abu Ammarah Hamzah
ibn Hubaib al-Zayyat al-Kufiy Maula Ikrimah ibn Rabi’ at-Tamimiy. Dia membaca
di hadapan Abu Muhammad Sulaiman ibn Mihran al-A’masy di hadapan Yahya ibnu
Watsab, di hadapan Zirr ibn Hubaisy, di hadapan Utsman, Ali dan ibnu Mas’ud, di
hadapan Nabi Saw. Dia seorang yang
sangat handal tentang Kitabullah, menguasai dengan baik, mengetahui berbagai
kefarduan dan kebahasaan serta hafidz di bidang hadits. Dia wafat di Hulwan
pada tahun 156 H.[20]
Yang mahsyur meriwayatkan darinya
antara lain adalah Khalaf bin Kallad
tetapi dengan perantara Abu Isa Sulaim Ibn Isa al-Hanafy al Kufy yang wafat
pada tahun 188 H.
6. Imam Nafi’
Dia adalah Abu Ruwaim Nafi’
ibn Abdirrahim ibn Abu Nu’aim al-Madaniy. Dia mengambil qira’at dari Abu Ja’far
al-Qariy dan dari sekitar tujuh puluh tabi’i. Mereka mengambil dari Abdullah
ibn Abbas dan Abu Hurairah, dari Ubay bin Ka’ab dari Rasulullah Saw. Kepadanya
kepemimoinan qira’at mencapai puncaknya di Madinah sl-Munawarah. Beliau wafat
pada tahun 169 H.[21]
Yang masyhur meriwayatkan
dirinya antara lain Qalun dan Warasy. Qalun adalah Abu Musa Isa ibn Mina
Al-Nahwiy wafat pada tahun 220 H. sedangkan Warasiy adalah Usman ibn Sa’id
al-Mishry.[22]
7. Al-Kisa’iy
Dia adalah Abu al-Hasan Ali
ibn hamzah al-Kisai’y al-Nahwiy. diberi nama laqab dengan al-Kisay karena
sewaktu ihram ia mengenakan baju. Abu Bakar ibn Anbariy mengatakan dalam diri
al-Kisay terkumpul beberapa hal. Dia paling mahir dalam bidang nahwu,
satu-satunya orang yang paling tahu tentang al-Gharib dan paling pandai dalam
masalah qira’at. Oleh karena itu mereka berduyun-duyun mendatanginya. Bahkan ia
perlu duduk di atas kursi dan membaca al-Qur’an dari awal sampai akhir dan
mereka mendengarkannya serta menandai segala sesuatunya. Beliau wafat pada
tahun 189 H.[23]
Adapun
ketiga imam qira’at yang menyempurnakan imam qira’at tujuh menjadi sepuluh
qira’at yaitu:
1. Abu ja’far al-Madani.
Ia adalah Yazid bin Qa’qa,
yang wafat di Madinah pada tahun 128 H, namun ada pula yang mengatakan pada
tahun 132 H.dua orang perawinya adalah ibn Wardan dan ibn Jimaz.
ibn Wardan adalah Abdul
Haris Isa bin Wardan al-Madani yang wafat di madinah pada tahun 160. H,
sedangkan ibn Jimaz adalah Abur Rabi’ Sulaiman bin Muslim Bin Jimaz al-Madani
yang wafat pada tahun 170 H.[24]
2. Ya’qub al-Basri
Dia adalah Abu Muhammad
Ya’qub bin Ishaq binZaid al-Hadrami, yang wafat di Basrah pada tahun 205 H.tapi
ada pula yang mengatakn pada tahun 185 H. Dua orang perawinya adalah Ruwais dan
Rauh.
Ruwais adalah
Abu Abdullah Muhammad bin Mutawakkil al-Lu’lu’i al- Basri. Ruwais adalah
julukannya, yang wafat di Barah pada tahun 238 H. sedang Rauh adalah Abul Hasan
Rauh bin Abdul Mu’min al-Basri an-Nahwi yang wafat pada tahun 234 atau 235 H.[25]
3. Khalaf
Ia adalah Abu Muhammad Khalaf
bin Hisyam bin Sa’lab al-Bazar al-Bagdadi yang wafat pada tahun 229 H. tetapi
dikatakan pula bahwa pada tahun kewafatannya tidak diketahui.
Dua orang perawinya adalah
Ishaq dan Idris
Ishaq adalah Abu Ya’qub Ishaq
bin Ibrahim bin Usman al-Warraq al-Marwazi yang wafat pada tahun 286 H. Sedang
Idris adalah abul Hasan Idris bin Abdul Karim al-Bagdadi al-Haddad yang wafat
pada tahun 292 H.[26]
selain dari qira’at sepuluh
yang di atas ada juga qira’at empat belas yang maksudnya adalah empat tambahan
qira’at pada qira’at sepuluh, adapunqira’at empat belas yaitu:
1. Al-Hasan al-Bashri
adalah Maula (mantan sahaya), salah satu orang Tabi’in besar yang terkenal
kezahidannya yang wafat pada tahun 110 H. merupakan qari dari Bashrah. dua
paerawinya adalah Syuja’ Balkhi (120-190 H) dan Duri yang wafat pada tahun 246
H yang tidak sezaman dengannya dan meriwayatkan melalui perantara.[27]
2. Muhammad bin
Abdirrahman yang dikenal dengan nama Ibn Mahishan yang wafat pada tahun 123 H.
qari dari Mekkah. dua perawinya adalah Bazzi (170-250 H) dan Ibnu Syanbudz yang
wafat pada tahun 328 H, yang meriwayatkan melalui perantara.[28]
3. Yahya bin al-Mubarak
al-Yazidi an-Nahwi al-Baghdadi yang wafat pada tahun 202 H.Dia adalah qari dari
Bashrah, ia mengambil qira’at dari Abi Amr dan Hamzah. Dua perawinya adalah
Sulaiman bin Hakam yang wafat pada tahun 235 H dan Ahmad bin Faraj Dharir yang
wafat pada tahun 303 H yang meriwayatkan melalu perantara.[29]
4. Abu al-Fajr Muhammad
bin Ahmad Asy-Syanbudz yang wafat pada tahun 388 H.[30]
Empat belas bacaan terkenal
yang masing-masing lima orang dari Qurra Sab’ah selain Ibnu Amir dan Abu Amr
berasal dari Iran, Ibnu Amir adalah orang yang nasabnya tidak jelas sedangkan
Abu Amr barasal dari suku Mazn Tamim.[31]
BAB III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Sebagian ulama menyimpulkan
macam-macam Qira’at menjadi enam yaitu:
a. Mutawatir yaitu
qira’at yang dinukil oleh sejumlah besar periwayat yang tidak mungkin
bersepakat untuk berdusta, dari sejumlah orang seperti itu dan sanadnya
bersambung hingga penghabisannya, yakni Rasulullah, dan inilah yang umum dalam
hal qira’at.
b. Masyhur yaitu qira’at
yang shahih sanadnya tapi tidak mencapai derajat mutawatir, sesuai dengan
kaidah bahasa arab dan rasm Usmani serta terkenal pula dikalangan para ahli
qara’at sehingga karenanya tidak dikategorikan qira’at yang salah atau syaz.
c. Ahad yaitu qira’at
yang shahih sanadnya tetapi menyalahi rasm Usmani, menyalahi kaidah bahasa arab
atau tidak terkenal seperti halnya qira’at masyhur yang telah disebutkan.
Qira’at macam ini tidak termasuk qira’at yang dapat diamalkan bacaannya.
d. Syaz yaitu qira’at
yang tidak shahih sanadnya
e. Maudu yaitu qira’at
yang tidak ada jelasnya.
f. Mudraj yaitu yang
ditambahkan kedalam qira’at sebagai penafsiran
adapun imam-imam tujuh qira’at sebagai berikut.
1.
Ibn Amir
Nama lengkapnya adalah
Abdullah al-Yahshibi,
2.
Ibn Katsir
Nama
lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdullah ibnu Katsir Ad-Dary Al-Makky .
3.
Ashim al-Kutsy
Adapun nama lengkapnya adalah
ibn Abi an-Najud al-asadi,
4.
Abu Amr
Nama lengkapnya adalah Abu
Amar Zabban ibnul Ala ibnu Ammar al-Bashry
5.
Hamzah al-Kufy
Dia adalah Abu Ammarah Hamzah
ibn Hubaib al-Zayyat al-Kufiy Maula Ikrimah ibn Rabi’ at-Tamimiy.
6.
Imam Nafi’
Dia adalah Abu Ruwaim Nafi’ ibn Abdirrahim ibn Abu Nu’aim al-Madaniy
7.
Al-Kisa’iy
Dia adalah Abu al-Hasan Ali ibn hamzah
al-Kisai’y al-Nahwiy.
Adapun
ketiga imam qira’at yang menyempurnakan imam qira’at tujuh menjadi sepuluh
qira’at yaitu:
1. Abu ja’far al-Madani.
Ia adalah Yazid bin Qa’qa,
2. Ya’qub al-Basri
Dia adalah Abu Muhammad
Ya’qub bin Ishaq binZaid al-Hadrami
3. Khalaf
Ia adalah Abu Muhammad Khalaf
bin Hisyam bin Sa’lab al-Bazar al-Bagdadi
Selain dari Qira’at sepuluh
yang di atas ada juga Qira’at empat belas yang maksudnya adalah empat tambahan Qira’at
pada Qira’at sepuluh, adapun qira’at empat belas yaitu:
1. Al-Hasan al-Bashri
adalah Maula (mantan sahaya), salah satu orang Tabi’in besar yang terkenal
kezahidannya yang wafat pada tahun 110 H.
2. Muhammad bin
Abdirrahman yang dikenal dengan nama Ibn Mahishan yang wafat pada tahun 123 H.
3. Yahya bin al-Mubarak
al-Yazidi an-Nahwi al-Baghdadi yang wafat pada tahun 202 H. ia mengambil
qira’at dari Abi Amr dan Hamzah.
4. Abu al-Fajr Muhammad
bin Ahmad Asy-Syanbudz yang wafat pada tahun 388 H.
2.
SARAN
Mudah-mudahan dengan adanya
makalah ini bisa menambah wawasan kita tentang macam-macam qira’at dan para
tokohnya, namun pemakalah juga menyadari akan adanya kekurangan pada makalah
ini maka dari itu pemakalah mengaharapkan kritikan yang sifatnya membangun agar
makalah ini lebih sempurna.
DAFTAR
PUSTAKA
Agama RI, Departemen, Al-Qur’an
dan Terjemahnya, Jakarta: lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2005.
Aly Ash ,Shabuny Mohammad, Terjemahan
at-Tibyan fi ulumul Qur’an, Bandung: Alma’rif, 1996.
Amal, Taufik Adnan, Rekonstruksi
Sejarah al-Qur’an,Yogyakarta: Forum Kajian Budaya dan Agama, 2001.
Anwar ,Rosihon, Ulum
Al-Qur’an, Bandung: Pustaka setia, 2010.
Ma’rifat, M.
Hadi, Sejarah al-qur’an, Jakarta:Al-Huda, 2007.
Nor Ichwan, Mohamad, Studi Ilmu-Ilmu
al-Qur’an, Semarang: Rasail Media Group, 2008.
Al-Qattan, Manna, Terjemahan
Mabahist fi Ulumul Qur’an, Jakarta: Lintera Antar Nusa, 2012.
As-Shalih ,Subhi,
Membahas Ilmu-Ilmu al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001.
.
[1]Manna al-Qattan, Terjemahan Mabahist fi
Ulumul Qur’an, (Jakarta: Lintera Antar Nusa, 2012), h. 247.
[3]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan
Terjemahnya, (Jakarta: lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2005), h. 278.
[4]Manna al-Qattan, Op. Cit, h.257
[5]Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, (Bandung:
Pustaka setia, 2010), h. 154
[6]Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu
al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), h. 335.
[7]Rosihin Anwar, Op .Cit, h. 155.
[8]Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah
al-Qur’an,( Yogyakarta: Forum Kajian Budaya dan Agama, 2001), h. 311.
[9]Mohammad Aly Ash Shabuny, Terjemahan
at-Tibyan fi ulumul Qur’an, (Bandung: Alma’rif, 1996), h. 321.
[10]Rosihin Anwar, Op. Cit, h. 150.
[11]Subhi As-Shalih, Op .Cit, h. 322.
[12]Taufik Adnan Amal, Op. Cit, h.310.
[13] Mohammad Aly Ash Shabuny, Op .Cit,
h. 322
[16]Manna al-Qattan, Op .Cit, h. 260
[17]M. Hadi
Ma’rifat, Sejarah al-qur’an, (Jakarta:Al-Huda, 2007), h. 221.
[18]Mohamad Nor Ichwan, Studi Ilmu-Ilmu
al-Qur’an, (Semarang: Rasail Media Group, 2008), h. 223.
[19]Mohammad Aly Ash Shabuny, Op .Cit,
h. 322.
[21] Mohamad Nor Ichwan, Op .Cit, h. 224
[24]Manna al-Qattan, Op .Cit, h. 261.
[30]Rosihin Anwar, Op .Cit, h. 151.
[31]M. Hadi Ma’rifat, Op. Cit, h. 223.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar