Senin, 30 Desember 2013

hadits tematik tentang memuliakan tamu dan tetangga serata bertutur kata biak

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Sebagai umat islam, kita telah diajarkan oleh Rasulullah saw  untuk beriman di berbagai macam hadis yang telah di riwayatkan oleh para sahabat dan yang lainnya,salah satu anjuran nabi untuk memelihara keimanan kita yaitu dengan merealisasikan iman kita terhadap tetangga, terhadap tamu dan juga bertutur kata yang baik.
Maka dari itu pemakalah akan menjelaskan tentang realisasi iman terhadap tetangga, terhadap tamu dan juga bertutur kata baik agar dapat diketahui oleh umat islam tentang merealisasikan iman tersebut.
Pada makalah ini pemakalah akan menjelaskan realisasi iman tersebut melalui berbagai macam buku atau kitab hadis.

B.     RUMUSAN MASALAH
            Bertitik tolak dari uraian permasalahan di atas, maka yang menjadi rumusan  masalah yaitu:
1.      Apa hadis tentang realisasi iman terhadap tetangga, tamu, bertutur kata baik?
2.      Bagaimana merealisasikan iman terhadap tetangga, tamu, bertutur kata baik?










BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hadis Tentang Realisasi Iman Terhadap Tetangga, Tamu, Bertutur Kata Baik













            Artinya:
Qutaibah ibn said meriwayatkan dari abu ahwashi dari abi shalihi dari abu hurairah R.A berkata: dari nabi Muhammad Saw bersabda: siapa saja yang beriman kepada Allah Swt dan hari akhir maka janganlah menyakiti tetangga, dan siapa saja yang beriman kepada Allah Swt dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya, dan siapa saja yang beriman kepada Allah Swt dan hari akhir hendaklah ia berkata baik atau diam.[1]

Terjemahan kosakata




































B.     Realisasi Iman Terhadap Tetangga, Tamu, dan Bertutur Kata Baik
1.      realisasi iman terhadap tetangga
Islam mengajarkan supaya kita hidup bertetangga dengan baik. Nabi juga menganjurkan apabila seorang hendak pindah rumah dianjurkan supaya mengecek dulu siapa akan menjadi tetangganya. Tetangga terkadang dapat pula berfungsi sebagai keluarga, karena nereka lah yang lebih dulu mengetahui apabila terjadi sesuatu dari pada kelurganya seseorang tersebut[2]
Peran rukun tetangga menjadi penting, karena sebagai alat dan sarana untuk saling kenal dan saling Bantu, serta saling control jika ada orang yang tidak dikenal masuk kewilayah tersebut. Rukun tetangga juga berfungsi untuk pengamanan bagi penduduk dan warga yang tinggal di situ, baik yang menyangkut pengamanan harta, jiwa dan raga masyarakat.[3]
Tentang tetangga sejauh 40 rumah dari rumah seorang yang digolongkan tetangga, bahkan nabi meganjurkan jika memasak dan mungkin tercium aroma masakan tersebut maka hendaklah berbagi dengan tetangga.[4]
Islam menekankan kepada orang-orang mukmin agar bersikap simpatik terhadap para tetangganya. Ia dituntut  untuk menolong, bekerjasama, atau meminjamkan fasilitas kepada mereka tanpa membedakan status social, ras, etnis, warna kulit, agama dan sebagainya, Allah Swt berfirman  dalam sutah an-Nisa ayat 36:            
* (#rßç6ôã$#ur ©!$# Ÿwur (#qä.ÎŽô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ÉÎ/ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Í$pgø:$#ur ÏŒ 4n1öà)ø9$# Í$pgø:$#ur É=ãYàfø9$# É=Ïm$¢Á9$#ur É=/Zyfø9$$Î/ Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# $tBur ôMs3n=tB öNä3ãZ»yJ÷ƒr& 3  ÇÌÏÈ
Artinya:
Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya,dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan juah, teman sejawat, ibn sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki.[5]

Pada ayat di atas menjelaskan tentang pengabdian menyembah kepada Allah dengan berbagai macam ibadah, seperti yang sesuai bahasan yang di atas yaitu ibadah umum seperti menghindarkan duri di jalan, menolong dan membantu (tetangga).[6]

Kewajiban terpenting orang mukmin adalah mengembangkan hubungan yang ramah dan penuh kebersamaan dengan tetangga-tetangganya, ia harus bersikap santun dan baik terhadap mereka. Karena itu mengabaikan tetangga yang miskin atau membuat terganggu merupakan sikap yang bertentangan dengan spirit keimanan.[7]
2.      Realisasi Iman Terhadap Tamu
            Dalam kamus bahasa Indonesia tamu adalah orang yang datang berkunjung (melawat) ke tempat orang lain atau ke perjamuaan.[8]
Setiap orang pasti pernah kedatangan tamu di rumahnya, mungkin orang itu karib kerabatnya, tetangganya, teman-temannya, ataupun yang lainnya dalam meningkatkan iman kita kepada Allah kita dituntut untuk memperlakukan tamu dengan secara baik dengan mengikuti adab-adabnya. Bertamu adalah salah satu adab islam yang perlu diperhatkan.                       
Adab-adab yang berkaitan dengan tuan rumah[9]
  1. Niat yang benar
  2. Menerima tamu dengan baik
  3. Menempatkan tamu di tempat yang layak
  4. Menyuguhkan hak tamu dan memuliakannya
  5. Menghidangkan makanan ketempat tamu
  6. Tidak berlebihan dalam menjamu tamu
  7. Menunaikan hak-hak tamu
  8. Hendaklah tuan rumah sendiri yang melayani tamu
  9. Berbuat baik sama tamu selama ia tinggal di rumah kita
  10. hendaklah tuan rumah
Orang yang baik selalu mengespresikan kebahagiaan dan kesenangan atas kedatangan seorang tamu. Ia menyalaminya dengan hangat dan menahan diri supaya tidak menunjukkan sikap dingin. Ia harus bersikap ramah, luhur dan murah hati kepada tamunya. Ia sebaiknya bersedia untuk memeluknya dan menanyakan bagaimana keadaan keluarganya.[10]
Sesaat setelah tamunya masuk, sebagai seoramg muslim yang baik ia harus menawarkan minuman atau makanan yang diinginkan sang tamu dengan hati-hati, sehingga ia menerima tawaran tersebut. Tuan rumah kemudian menyiapkan makan dan juga tempat istirahat untuk tamunya. Tuan rumah seharusnya tidak memasrahkan kepada anak atau pembantunya untuk menemui tamunya. Ia sendiri harus menerima tamunya sebagaimana dipraktikkan Rasulullah Saw ketika ia kedatangan tamu. Ia sebaiknya menyuguhi tamunya dengan hidangan yang enak dan lezat. Ia sebaiknya ikut makan bersama dengan tamunya dalam satu meja, sebab rahmat Allah terhampar dalam makan bersama tersebut[11].Umar bin khattab meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:


“makanlah bersama-sama dan jangan terpisah, sebab rahmat Allah ada dalam kebersamaan. (riwayat ibnu maajah)
Tuan rumah jangan sampai menunjukkan sikap pelit ketika menjamu tamunya.tamu itu harus dianggap sebagai sumber rahmat, bukan sebagai beban.kunjungannya menambah bekal, kemuliaan, dan kehormatan bagi tuan rumah. Tuan rumah juga harus melayaninya secara antusias, sebab ia memiliki hak untuk dijamu dengan baik hingga tiga hari. Ia sebaiknya menyusun rencana yang menarik untuk melayani tamunya, terutama pada hari pertama kedatangannya.[12]
3.      Realisasi Iman Dalam Bertutur Kata Baik
Salah satu cara seorang muslim untuk memelihara imannya yaitu dengan memelihara lidah dengan cara bertutur kata baik selalu berdzikir, bertasbih, bertahmid, mengucapkan kata basmalah, istighfar dan lain-lain adalah tuntunan untuk meraih ridha Allah.[13]
Berdasarkan keterangan dari Abu Sa’id bahwa seorang laki-laki telah datang kepada rasulullah Saw, seraya berkata: “ wahai Rasulullah, berilah aku wasiat”. Kata beliau: “ hendaklah kamu selalu taqwa kepada Allah sebab taqwa itu himpunan semua kebaikan. Dan hendaklah kau berjihad sebab jihad itu pendetanya kaum muslimin. Dan hendaklah kau selalu berdzikir kepada Allah dan membiasakan membaca kitabullah sebab kitbullah itu merupakan cahaya bagimu di bumi dan peringatan bagimu di langit, dan kuncilah lidahmu kecuali perkataan yang baik. Maka sesungguhnya dengan demikian engkau akan dapat mengalahkan syetan.[14]








BAB III
PENUTUP

1.             Kesimpulan
Islam menekankan kepada orang-orang mukmin agar bersikap simpatik terhadap para tetangganya. Ia dituntut  untuk menolong, bekerjasama, atau meminjamkan fasilitas kepada mereka tanpa membedakan status social, ras, etnis, warna kulit, agama dan sebagainya.
Kemudian Setiap orang pasti pernah kedatangan tamu di rumahnya, mungkin orang itu karib kerabatnya, tetangganya, teman-temannya, ataupun yang lainnya dalam meningkatkan iman kita kepada Allah kita dituntut untuk memperlakukan tamu dengan secara baik dengan mengikuti adab-adabnya.
Kemudian salah satu cara seorang muslim untuk memelihara imannya yaitu dengan memelihara lidah dengan cara bertutur kata baik selalu berdzikir, bertasbih, bertahmid, mengucapkan kata basmalah, istighfar dan lain-lain adalah tuntunan untuk meraih ridha Allah

2.             Saran
Mudah-mudahan dengan adanya makalah ini dapat memberi kita ilmu dan wawasan baru tentang merealisasikan iman terhadap tetangga, tamu dan bertutur kata baik.
Dan pemakalah juga menyadari akan kekurangan makalah ini, maka dari itu pemakalah meminta kepada seluruh pembaca untuk memberikan kritikan dan sarannya untuk kesempurnaan makalah ini







DAFTAR PUSTAKA
Ad Damasyiqi Ibnu Hamzah al Husaini al Hanafi, Al- Bayan wa Ta’rifi fi Asbabul Wurud al-Hadisi Syarfi
Al-Atsari Abu Ihsan, Ensiklopedi Adab Islam Menurut al-qur'an dan as-Sunnah, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2007
Al-Bukhari Abullah ibn Ismail, kitab shahih Bukhari al-Alamatu al Mudaqaq, Juz   IV; t.t: Maqtabatu Rahidan.
Agama RI Departemen, Tafsir Al-qur'an Tematik “Etika   Berkeluarga,Bermasyarakat, dan Berpolitik, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-qur'an,2009
   ………….. al-Qur'an al-Karim dan Terjemahan, Semarang: Karya       Toha Putra, 1995.
………….. al-Qur'an dan Tafsirnya, Jakarta: Departemen Agama RI, 2004.
Pendidikan Nasional Departemen, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2003.
Wijaya Suwarta, Latar Belakang Historis Timbulnya Hadis-Hadis Rasul, Jakarta: Kalam Mulia, 2007. 



[1]Abullah ibn Ismail al-Bukhari, kitab shahih Bukhari al-Alamatu al-Mudaqaq (Juz IV; t.t: Maqtabatu Rahidan, t.th), h. 2439.
[2]Departemen Agama RI, Tafsir Al-qur'an Tematik “Etika Berkeluarga,Bermasyarakat, dan Berpolitik, (Cet I; Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-qur'an,2009), h. 329.
[3]ibid
[4]Ibid, h.330.
[5]Departemen Agama RI, al-Qur'an al-Karim dan Terjemahan (Semarang: Karya Toha Putra, 1995), h. 123-124.
[6]Departemen Agama RI, al-Qur'an dan Tafsirnya (Jilid II; Jakarta: Departemen Agama RI,2004), h. 158.
[7]Departemen Agama RI, op.cit. h. 330.
[8]Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga (Cet. III; Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 1132.
[9]Abu Ihsan al- Atsari , Ensiklopedi Adab Islam Menurut al-qur'an dan as-Sunnah (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2007), h. 145.
[10]Departemen Agama RI, op.cit, h.339
[11]ibid
[12]Ibid, h. 339-340
[13]Suwarta Wijaya, Latar Belakang Historis Timbulnya Hadis-Hadis Rasul (jilid III: Jakarta: Kalam Mulia, 2007), h.15. 
[14]Ibnu Hamzah al Husaini al Hanafi ad Damsyiqi, Al- Bayan wa Ta’rifi fi Asbabul Wurud al-Hadisi Syarfi (t.t, t.p, t.th), h.15