BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sebagai umat islam, kita telah diajarkan oleh Rasulullah saw untuk beriman di berbagai macam hadis yang
telah di riwayatkan oleh para sahabat dan yang lainnya,salah satu anjuran nabi
untuk memelihara keimanan kita yaitu dengan merealisasikan iman kita terhadap
tetangga, terhadap tamu dan juga bertutur kata yang baik.
Maka dari itu pemakalah akan menjelaskan tentang realisasi iman terhadap
tetangga, terhadap tamu dan juga bertutur kata baik agar dapat diketahui oleh
umat islam tentang merealisasikan iman tersebut.
Pada makalah ini pemakalah akan menjelaskan realisasi iman tersebut
melalui berbagai macam buku atau kitab hadis.
B.
RUMUSAN MASALAH
Bertitik tolak dari uraian
permasalahan di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah yaitu:
1.
Apa hadis tentang realisasi iman
terhadap tetangga, tamu, bertutur kata baik?
2.
Bagaimana merealisasikan iman
terhadap tetangga, tamu, bertutur kata baik?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hadis Tentang Realisasi
Iman Terhadap Tetangga, Tamu, Bertutur Kata Baik
Artinya:
Qutaibah ibn said meriwayatkan
dari abu ahwashi dari abi shalihi dari abu hurairah R.A berkata: dari nabi
Muhammad Saw bersabda: siapa saja yang beriman kepada Allah Swt dan hari akhir
maka janganlah menyakiti tetangga, dan siapa saja yang beriman kepada Allah Swt
dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya, dan siapa saja yang beriman
kepada Allah Swt dan hari akhir hendaklah ia berkata baik atau diam.[1]
Terjemahan kosakata
B.
Realisasi Iman Terhadap
Tetangga, Tamu, dan Bertutur Kata Baik
1.
realisasi iman terhadap
tetangga
Islam mengajarkan supaya kita hidup bertetangga dengan baik. Nabi juga
menganjurkan apabila seorang hendak pindah rumah dianjurkan supaya mengecek
dulu siapa akan menjadi tetangganya. Tetangga terkadang dapat pula berfungsi
sebagai keluarga, karena nereka lah yang lebih dulu mengetahui apabila terjadi
sesuatu dari pada kelurganya seseorang tersebut[2]
Peran rukun tetangga menjadi penting, karena sebagai alat dan sarana
untuk saling kenal dan saling Bantu, serta saling control jika ada orang yang
tidak dikenal masuk kewilayah tersebut. Rukun tetangga juga berfungsi untuk
pengamanan bagi penduduk dan warga yang tinggal di situ, baik yang menyangkut
pengamanan harta, jiwa dan raga masyarakat.[3]
Tentang tetangga sejauh 40 rumah dari rumah seorang yang digolongkan
tetangga, bahkan nabi meganjurkan jika memasak dan mungkin tercium aroma
masakan tersebut maka hendaklah berbagi dengan tetangga.[4]
Islam menekankan kepada orang-orang mukmin agar bersikap simpatik
terhadap para tetangganya. Ia dituntut
untuk menolong, bekerjasama, atau meminjamkan fasilitas kepada mereka
tanpa membedakan status social, ras, etnis, warna kulit, agama dan sebagainya,
Allah Swt berfirman dalam sutah an-Nisa
ayat 36:
* (#rßç6ôã$#ur ©!$# wur (#qä.Îô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ÉÎ/ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Í$pgø:$#ur Ï 4n1öà)ø9$# Í$pgø:$#ur É=ãYàfø9$# É=Ïm$¢Á9$#ur É=/Zyfø9$$Î/ Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# $tBur ôMs3n=tB öNä3ãZ»yJ÷r& 3 ÇÌÏÈ
Artinya:
Dan
sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya,dengan sesuatu apapun.
Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga dekat dan juah, teman sejawat, ibn sabil, dan
hamba sahaya yang kamu miliki.[5]
Pada ayat di atas menjelaskan tentang pengabdian menyembah kepada Allah
dengan berbagai macam ibadah, seperti yang sesuai bahasan yang di atas yaitu
ibadah umum seperti menghindarkan duri di jalan, menolong dan membantu
(tetangga).[6]
Kewajiban terpenting orang mukmin adalah mengembangkan hubungan yang
ramah dan penuh kebersamaan dengan tetangga-tetangganya, ia harus bersikap
santun dan baik terhadap mereka. Karena itu mengabaikan tetangga yang miskin
atau membuat terganggu merupakan sikap yang bertentangan dengan spirit
keimanan.[7]
2.
Realisasi Iman Terhadap
Tamu
Dalam kamus bahasa Indonesia tamu
adalah orang yang datang berkunjung (melawat) ke tempat orang lain atau ke
perjamuaan.[8]
Setiap orang pasti pernah kedatangan tamu di rumahnya, mungkin orang itu
karib kerabatnya, tetangganya, teman-temannya, ataupun yang lainnya dalam
meningkatkan iman kita kepada Allah kita dituntut untuk memperlakukan tamu
dengan secara baik dengan mengikuti adab-adabnya. Bertamu adalah salah satu
adab islam yang perlu diperhatkan.
Adab-adab yang berkaitan dengan
tuan rumah[9]
- Niat yang benar
- Menerima tamu dengan baik
- Menempatkan tamu di tempat yang layak
- Menyuguhkan hak tamu dan memuliakannya
- Menghidangkan makanan ketempat tamu
- Tidak berlebihan dalam menjamu tamu
- Menunaikan hak-hak tamu
- Hendaklah tuan rumah sendiri yang melayani tamu
- Berbuat baik sama tamu selama ia tinggal di rumah kita
- hendaklah tuan rumah
Orang yang baik selalu mengespresikan kebahagiaan dan kesenangan atas
kedatangan seorang tamu. Ia menyalaminya dengan hangat dan menahan diri supaya
tidak menunjukkan sikap dingin. Ia harus bersikap ramah, luhur dan murah hati
kepada tamunya. Ia sebaiknya bersedia untuk memeluknya dan menanyakan bagaimana
keadaan keluarganya.[10]
Sesaat setelah tamunya masuk, sebagai seoramg muslim yang baik ia harus
menawarkan minuman atau makanan yang diinginkan sang tamu dengan hati-hati,
sehingga ia menerima tawaran tersebut. Tuan rumah kemudian menyiapkan makan dan
juga tempat istirahat untuk tamunya. Tuan rumah seharusnya tidak memasrahkan
kepada anak atau pembantunya untuk menemui tamunya. Ia sendiri harus menerima
tamunya sebagaimana dipraktikkan Rasulullah Saw ketika ia kedatangan tamu. Ia
sebaiknya menyuguhi tamunya dengan hidangan yang enak dan lezat. Ia sebaiknya
ikut makan bersama dengan tamunya dalam satu meja, sebab rahmat Allah terhampar
dalam makan bersama tersebut[11].Umar
bin khattab meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:
“makanlah bersama-sama dan jangan terpisah, sebab rahmat Allah ada dalam
kebersamaan. (riwayat ibnu maajah)
Tuan rumah jangan sampai menunjukkan sikap pelit ketika menjamu
tamunya.tamu itu harus dianggap sebagai sumber rahmat, bukan sebagai
beban.kunjungannya menambah bekal, kemuliaan, dan kehormatan bagi tuan rumah.
Tuan rumah juga harus melayaninya secara antusias, sebab ia memiliki hak untuk
dijamu dengan baik hingga tiga hari. Ia sebaiknya menyusun rencana yang menarik
untuk melayani tamunya, terutama pada hari pertama kedatangannya.[12]
3.
Realisasi Iman Dalam
Bertutur Kata Baik
Salah satu cara seorang muslim untuk memelihara imannya yaitu dengan
memelihara lidah dengan cara bertutur kata baik selalu berdzikir, bertasbih,
bertahmid, mengucapkan kata basmalah, istighfar dan lain-lain adalah tuntunan
untuk meraih ridha Allah.[13]
Berdasarkan keterangan dari Abu Sa’id bahwa seorang laki-laki telah
datang kepada rasulullah Saw, seraya berkata: “ wahai Rasulullah, berilah aku
wasiat”. Kata beliau: “ hendaklah kamu selalu taqwa kepada Allah sebab taqwa
itu himpunan semua kebaikan. Dan hendaklah kau berjihad sebab jihad itu
pendetanya kaum muslimin. Dan hendaklah kau selalu berdzikir kepada Allah dan
membiasakan membaca kitabullah sebab kitbullah itu merupakan cahaya bagimu di
bumi dan peringatan bagimu di langit, dan kuncilah lidahmu kecuali perkataan
yang baik. Maka sesungguhnya dengan demikian engkau akan dapat mengalahkan
syetan.[14]
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Islam menekankan kepada orang-orang mukmin agar bersikap simpatik
terhadap para tetangganya. Ia dituntut
untuk menolong, bekerjasama, atau meminjamkan fasilitas kepada mereka
tanpa membedakan status social, ras, etnis, warna kulit, agama dan sebagainya.
Kemudian Setiap orang pasti pernah kedatangan tamu di rumahnya, mungkin
orang itu karib kerabatnya, tetangganya, teman-temannya, ataupun yang lainnya
dalam meningkatkan iman kita kepada Allah kita dituntut untuk memperlakukan
tamu dengan secara baik dengan mengikuti adab-adabnya.
Kemudian salah satu cara seorang muslim untuk memelihara imannya yaitu dengan
memelihara lidah dengan cara bertutur kata baik selalu berdzikir, bertasbih,
bertahmid, mengucapkan kata basmalah, istighfar dan lain-lain adalah tuntunan
untuk meraih ridha Allah
2.
Saran
Mudah-mudahan dengan adanya makalah ini dapat memberi kita ilmu dan
wawasan baru tentang merealisasikan iman terhadap tetangga, tamu dan bertutur
kata baik.
Dan pemakalah juga menyadari akan kekurangan makalah ini, maka dari itu
pemakalah meminta kepada seluruh pembaca untuk memberikan kritikan dan sarannya
untuk kesempurnaan makalah ini
DAFTAR
PUSTAKA
Ad Damasyiqi Ibnu Hamzah al Husaini al Hanafi, Al- Bayan wa Ta’rifi fi
Asbabul Wurud al-Hadisi Syarfi
Al-Atsari Abu Ihsan, Ensiklopedi Adab Islam Menurut al-qur'an dan
as-Sunnah, Jakarta:
Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2007
Al-Bukhari Abullah ibn Ismail, kitab shahih Bukhari al-Alamatu al Mudaqaq,
Juz IV; t.t: Maqtabatu Rahidan.
Agama RI
Departemen, Tafsir Al-qur'an Tematik “Etika Berkeluarga,Bermasyarakat, dan Berpolitik, Jakarta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-qur'an,2009
………….. al-Qur'an al-Karim dan
Terjemahan, Semarang:
Karya Toha Putra, 1995.
………….. al-Qur'an
dan Tafsirnya, Jakarta:
Departemen Agama RI, 2004.
Pendidikan
Nasional Departemen, Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi ketiga, Jakarta:
Balai Pustaka, 2003.
Wijaya Suwarta, Latar Belakang Historis Timbulnya Hadis-Hadis Rasul,
Jakarta: Kalam
Mulia, 2007.
[1]Abullah
ibn Ismail al-Bukhari, kitab shahih Bukhari al-Alamatu al-Mudaqaq (Juz IV; t.t:
Maqtabatu Rahidan, t.th), h. 2439.
[2]Departemen
Agama RI, Tafsir Al-qur'an Tematik “Etika Berkeluarga,Bermasyarakat, dan
Berpolitik, (Cet I; Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-qur'an,2009), h. 329.
[3]ibid
[4]Ibid,
h.330.
[5]Departemen
Agama RI, al-Qur'an al-Karim dan Terjemahan (Semarang: Karya Toha Putra,
1995), h. 123-124.
[6]Departemen
Agama RI, al-Qur'an dan Tafsirnya (Jilid II; Jakarta: Departemen Agama RI,2004), h. 158.
[7]Departemen
Agama RI, op.cit. h. 330.
[8]Departemen
Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi ketiga (Cet. III; Jakarta:
Balai Pustaka, 2003), h. 1132.
[9]Abu
Ihsan al- Atsari , Ensiklopedi Adab Islam Menurut al-qur'an dan as-Sunnah
(Jakarta:
Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2007), h. 145.
[10]Departemen
Agama RI, op.cit, h.339
[11]ibid
[12]Ibid,
h. 339-340
[13]Suwarta
Wijaya, Latar Belakang Historis Timbulnya Hadis-Hadis Rasul (jilid III: Jakarta: Kalam Mulia,
2007), h.15.
[14]Ibnu
Hamzah al Husaini al Hanafi ad Damsyiqi, Al- Bayan wa Ta’rifi fi Asbabul
Wurud al-Hadisi Syarfi (t.t, t.p, t.th), h.15